![]() |
Proses mediasi (damai,) antar kedua pihak di ruang BK disekolah setempat. Senin (29/08/2022). Foto : Dhion. |
MONTA, TUPA NEWS.- Seorang oknum guru di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kecamatan Monta Kabupaten Bima, berinisial U diduga melakukan penamparan (tempeleng) terhadap muridnya sendiri berinisial A (18) dengan alasan pendisiplinan. Kasus dugaan kekerasan itu terjadi pada Jumat (26/08/2022) kemarin saat Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) berlangsung.
Akibatnya si A yang menjadi korban kekerasan dari oknum gurunya, langsung melaporkan kejadian tersebut pada orang tuanya, dan orang tua siswa (Si A) langsung mendatangi sekolah. Orang tua A diterima di ruang Bimbingan Konseling (BK) oleh Alimuddin S. Pd dan berapa guru BK lainnya. Alimuddin dan guru-guru BK tersebut berupaya melakukan mediasi dan mendamaikan kedua belah pihak.
Alhasilnya, pada Senin (29/08/2022) telah tercapai kesepakatan damai antara guru dengan orang tua siswa dimaksud, dan kami berharap kasus ini tidak terulang lagi, karena ini menyangkut citra nama baik sekolah," kata Alimuddin.
Menurut Alimuddin, sebenarnya, maksud guru itu baik, yakni hendak membina siswa didik disiplin dan beretika. Hanya saja, cara-cara kekerasan fisik seperti yang dilakukan oleh oknum guru berinisial U tersebut tidak dibenarkan di era sekarang ini. "Mendidik dengan cara-cara kekerasan seperti itu merupakan bentuk tindakan yang terlarang," ujarnya saat ditemui wartawan Tupa News disekolahnya Senin pagi.
![]() |
Alimuddin perwakilan guru BK SMA setempat. Foto : Dhion. |
Sambung Alimuddin, pihaknya berupaya melakukan mediasi untuk mendamaikan kedua belah pihak secara kekeluargaan. “Belajar dari peristiwa ini, kami akan memperbaiki kebijakan guna mencegah agar kasus serupa tidak terulang lagi disekolahnya,” tambahnya.
Sementara itu, orang tua si A (korban) menyesalkan tindakan oknum guru yang menampar anaknya. Guru seharusnya tidak melakukan kekerasan dalam proses belajar mengajar. Apalagi, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI telah menerbitkan aturan yang melarang dan mencegah praktik-praktik kekerasan di sekolah (terhadap anak didik).
Kendati demikian, orang tua A tidak langsung melaporkan kasus dugaan kekerasan terhadap anaknya ini kepada pihak berwajib, karena mempertimbangkan jasa guru yang telah mendidik anaknya selama ini. "Saya masih berharap pada guru-guru di sekolah tersebut memperbaiki paradigma berpikir dan cara mereka dalam mendidik," harapnya orang tua murid pada wartawan ini ditempat yang sama.
Sebaiknya guru-guru menghindari kekerasan dalam mendisiplikan murid. Tindak kekerasan inilah yang menyebabkkan orang tua murid sering melaporkan guru ke pihak berwajib. Padahal, hal itu tidak perlu terjadi apabila guru mengikuti ketentuan norma-norma yang ada, tambah A kepada media ini. (Dhion)